Jumat, 25 Desember 2009

ILMU DAN KEBUDAYAAN

A. Pendahuluan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia ilmu memiliki arti pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Menurut Suriasumantri (2001:3). Ilmu merupakan salah satu buah pemikirian manusia dalam menjawab pertanyaan. Sementara itu, Paul Freedman dalam The Principles of Scientific Research mendefinisikan ilmu sebagai bentuk aktivitas manusia yang dengan melakukannya umat manusia memperoleh suatu pengetahuan dan senantiasa lebih lengkap dan cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan kemudian hari, serta suatu kemampuan untuk menyesuaikan dirinya dan mengubah lingkungannya serta mengubah sifat-sifatnya sendiri (http://scribd.com/doc/ /FILSAFATILMU.pdf).
Dari pengertian ilmu diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa ilmu adalah seperangakat pengetahuan yang merupakan buah pemikiran manusia yang memiliki metode tertentu yang berguna untuk umat manusia agar manusia dapat senantiasa eksis dalam kehidupannya.
Ilmu yang menjadi alat bagi manusia agar dapat menyesuaikan diri dan merubah lingkungan, memiliki kaitan erat dengan kebudayaan. Talcot Parsons (Suriasumantri, 1990:272) menyatakan bahwa “Ilmu dan kebudayaan saling mendukung satu sama lain: dalam beberapa tipe masyarakat ilmu dapat berkembang dengan pesat, demikian pula sebaliknya, masyarakat tersebut tak dapat berfungsi dengan wajar tanpa di dukung perkembangan yang sehat dari ilmu dan penerapan”. Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung dan salling mempengaruhi. Pada satu pihak perkembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung dari kondisi kebudayaan. Sedangkan di pihak lain, pengembangan ilmu akan mempengrauhi jalannya kebudayaan.
Berdasarkan uraian diatas berikut ini akan dibahas tentang “Ilmu dan Kebudayaan”. Yang menjadi Rumusan Masalah dalam makalah ini adalah bagaimana hubungan antara ilmu dan pengembangan kebudayaan Nasional? Dan bagaimanakah pola kebudayaan Nasional terhadap Ilmu?


B. Definisi Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia (http://m.www.yahoo.com/).
Pengertian budaya menurut para ilmuan antara lain (http://exalute.wordpress.com)
1. Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.

2. M. Jacobs dan B.J. Stern
Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan social.

3. Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan relajar.
4. Dr. K. Kupper
Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.

5. William H. Haviland
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di tarima ole semua masyarakat.

6. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.

7. Francis Merill
a. Pola-pola perilaku yang di hasilkan oleh interaksi social
b. Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu masyarakat yang di temukan melalui interaksi simbolis.

8. Bounded et.al
Kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara para anggota suatu masyarakat.
Dari berbagai definisi di atas, dapat diperoleh kesimpulan mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social, religi seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

C. Manusia dan Kebudayaan
E.B. Taylor pada tahun 1891, lebih dari seratus tahun yang lalu dalam bukunya Primitive Culture, dimana kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyaraakat. Sementara Kuntjaraningrat (1974) secara lebih terperinci membagi kebudayaan menjadi unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemsyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencarian serta sistem teknologi dan peralatan. Menurut Ashley Montagu kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya (Suriasumantri, 1990:261).
Maslow mengidentifikasikan lima kelompok kebutuhan manusia, yakni kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi dan pengembangan potensi (Natawijawa, 2007:60). Binatang kebutuhannya terpusat pada dua kelompok pertama dari kategori Maslow yakni kebutuhan fisiologis dan rasa aman serta memenuhi kebutuhan ini secara instingtif. Sedangkan menusia tidak mempunyai kemampuan berindak secara otomatis yang berdasarkan insting tersebut dan oleh sebab itu dia berpaling kepada kebudayaan yang mengajarkan cara hidup. Manusia yang merupakan makhluk sosial tidak bias terlepas dari budaya, karena dengan kebudayaan inilah mereka dapat mengembangkan dirinya.

D. Kebudayaan dan Pendidikan
Allport, Vernon dan Lindzey (1951) mengidentifikasikan enam nilai dasar dalam kebudayaan yakni, nilai teori, ekonomi, estetika, sosial, politik dan agama (Suriasumantri, 1990:263). Dalam rangka untuk menentukan nilai-nilai budaya apa saja yang akan diterapkan dibutuhkan pendidikan pada para pelaku budaya, yaitu manusia (masyarakat)
Berdasarkan penggolongan tersebut diatas, maka masalah pertama yang dihadapi oleh pendidikan ialah menetapkan nilai-nilai budaya apa saja yang harus dikembangkan dalam diri anak kita.
Untuk menentukan nilai-nilai mana yang patut mendapat perhatian kita sekarang ini maka pertama sekali kita harus dapat memperkirakn skenario dari masyarakat kita dimasa yang akan datang. Skenario masyarakat Indonesia di masa yang akan datng tersebut memperhatikan indikator dan perkembangan yang sekarang ada, cenderung untuk mempunyai karakteristik-karakteristik seperti berikut:
a. Memperhatikan tujuan dan strategi pembangunan nasional kita, maka masyarakat Indonesia akan beralih dari masyarakat tradisional yang plural agraris menjadi masyarakat modern yang urban dan bersifat industry.
b. Pengembangan kebudayaan kita ditujukan kearah perwujudan peradaban yang bersifat khas berdasarkan filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia yakni Pancasila


E. Ilmu dan Pengembangan Kebudayaan Nasional Indonesia
Talcot Parsons (Suriasumantri, 1990:272) menyatakan bahwa “Ilmu dan kebudayaan saling mendukung satu sama lain: dalam beberapa tipe masyarakat ilmu dapat berkembang dengan pesat, demikian pula sebaliknya, masyarakat tersebut tak dapat berfungsi dengan wajar tanpa di dukung perkembangan yang sehat dari ilmu dan penerapan”. Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi. Pada satu pihak perkembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung dari kondisi kebudayaan. Sedangkan di pihak lain, pengembangan ilmu akan mempengrauhi jalannya kebudayaan.
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsur dari kebudayaan. Kebudayaan nasional merupakan kebudayaan yang mencerminkan aspirasi dan cita-cita suatu bangsa yang diwujudkan dengan kehidupan bernegara.
Dalam kerangka pengembangan kebudayaan nasional ilmu mempunyai peranan ganda (Suriasumantri, 1990:272)
a. Ilmu merupakan sumber nilai yang mendukung terselenggaranya pengembangan kebudayaan nasional.
b. Ilmu merupakan sumber nilai yang meengisi pembentukan watak suatu bangsa.
Dalam perkembangan zaman yang begitu cepat, terkadang ilmu dikaitkan dengan teknologi. Kebudayaan kita tak terlepas dari teknologi. Namun sayangnya yang memiliki pengaruh yang dominan pada kebudayaan adalah teknologi, padahal teknologi adalah buah/produk kegiatan ilmiah. Sedangkan ilmu sendiri yang merupakan sumber nilai yang konstruktif memiliki ruang yang sempit dalam pengembangan kebudayaan nasional. Maka dari itu, pemahaman terhadap hakikat ilmu perlu dijadikan fokus pembicaraan dalam rangka untuk mengembangkan kebudayaan nasional, setelah itu baru dibahas mengenai langkah-langkah apa yang akan ditempuh untuk meningkatkan peranan keilmuan dalam pengembangan kebudayaan nasional.
a. Ilmu sebagai suatu cara berpikir
Ilmu merupakan suatu cara berpikir dalam menghasilkan sesuatu kesimpulan yang berupa pengethuan yang dapat diandalkan. Berpikir bukan satu-satunya cara dalam mendapatkan pengetahuan, demikian juga ilmu bukan satu-satunya produk dari kegiatan berpikir. Ilmu merupakan produk dari hasil proses berpikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berpikir ilmiah. Berpikir ilmiah merupakan proses berpikir/ pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah ada.
b. Ilmu sebagai asas moral
Dari awal perkembangan ilmu selalu dikaitkan dengan masalah moral. Copernicus (1473-1543) yang menyatakan bumi berputar mengelilingi matahari, yang kemudian diperkuat oleh Galileo (1564-1642) yang menyatakan bumi bukan merupakan pusat tata surya yang akhirnya harus berakhir di pengadilan inkuisisi. Kondisi ini selama 2 abad mempengaruhi proses perkembangan berpikir di Eropa. Moral reasioning adalah proses dimana tingkah laku manusia, institusi atau kebijakan dinilai apakah sesuai atau menyalahi standar moral. Kriterianya: Logis, bukti nyata yang digunakan untuk mendukung penilaian haruslah tepat, konsisten dengan lainnya (http://scribd.com.FilsafatIlmu_dan_MetodeRiset)
Dua karakteristik yang merupakan asas moral bagi ilmuan antara lain (Suriasumantri, 1990:274):
i. Meninggikan kebenaraan
Ilmu merupakan kegiatan berpikir untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, atau secara lebih sederhana, ilmu bertujuan untuk mendapatkan kebenaran. Kriteria kebenaran ini pada hakikatnya bersifat otonom dan terbebas dari struktur kekuasaan diluar bidang keilmuan. Ini artinya, untuk mendapatkan suatu pernyataan benas atau salah seorang ilmuan harus terbebas dari intervensi pihak lain diluar bidang keilmuan
ii. Pengabdian secara universal
Seorang ilmuan tidak mengabdi pada golongan tertentu, penguasa, partai politik ataupun yang lainnya. Akan tetapi seorang ilmuan harus mengabdi untuk kepentingan khalayak ramai.
Dari karakteristik ilmuan diatas, dapat kita ketahui bahwa ilmu yang merupakan kegiatan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar haruslah terlepas dari pengaruh asing diluar bidang keilmuan dan harus memiliki manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat luas bukan golongan tertentu.

c. Nilai-nilai ilmiah dan pengembagnan kebudayaan nasional
Nilai yang terpancar dari hakikat keilmuan yakni, kritis, rasional, logis, obyektif, terbuka, menjunjung kebenaran dan pengabdian universal (Suriasumantri, 1990:275).
Pada hakikatnya, perkembangan kebudayaan nasional adalah perubahan dari kebudayaan yang sekarang bersifat konvensional kearah situasi kebudayaan yang lebih mencerminkan asprasi dan tujuan nasional. Proses perkembangan kebudayaan ini pada dasarnya adalah penafsiran kemabli nilai-nilai konvensional agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman serta penumbuhan nilai-nilai bru yang fungsional. Untuk terlaksananya proses dalam pengembangan kebudayaan nasional tersebut maka diperlukan sifat kritis, rasional, logis, obyektif, terbuka, menjunjung kebenaran dan pengabdian universal.
d. Kearah peningkatan peranan keilmuan
Berdasarkan pada penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa ilmu memiliki peran dalam mendukung perkembangan kebudayaan nasional. Diperlukan langkah-langkah yang sistemik dan sistematik untuk meningkatkan peranan dan kegiatan keilmuan dalam peerkembangan kebudayaan nasional yang pada dasarnya mengandung beberapa pemikiran sebagaimana tercakup di bawah ini (Suriasumantri, 1990:278)., antara lain:
i. Ilmu merupakan bagian dari kebudayaan dan oleh sebab itu langkah-langkah ke arah peningkatan peranan dan kegiatan keilmuan harus memperhatikan situasi kebudayaan masyarakat kita.
ii. Ilmu merupakan salah satu cara menemukan kebenaran, disamping itu masih terdapat cara-cara lain yang sah sesuai dengan lingkup pendekatan dan permasalahannya masing-masing. Pendewaan terhadap akal sebagai satu-satunya sumber kebenaran harus dihindarkan.
iii. Meninggikan integritas ilmuan dan lembaga. Dalam hal ini modus operandinya adalah melaksanakan dengan konsekuen kaidah moral dari keilmuan.
iv. Pendidikan keilmuan harus sekaligus dikaitkan denga pendidikan moral
v. Pengembangan bidang keilmuan harus disertai dengan pengembangan dalam bidang filsafat terutama yang menyangkut keilmuan
vi. Kegiatan ilmiah haruslah bersifat otonom yang terbebas dari kekangan struktur kekuasaan. Namun ini bukan berarti kegiatan keilmuan harus bebas dari sistem kehidupan. Seorang ilmuan tidak akan terlepas dari kehidupan sosial, ideology dan agama, walaupun tidak mengikat namun seorang ilmuan harus memperhatikan norma-norma yang berlaku pada masing daerah.


F. Pola Kebudayaan Nasional terhadap Ilmu
Ilmuan-Pengarang terkenal CP. Snow dalam bukunya yang sangat provokatif The Two Culture mengingatkan Negara-negara barat akan adanya dua pola kebudayaan dalam tubuh mereka yakni masyarakat ilmuan dan non ilmuan yang menghambat kemajuan di bidang ilmu dan teknologi. Analogi ini dapat diterapkan pula di Negara kita, akan lebih jauh lagi dimana dalam bidang keilmuan itu sendiri di Negara kita telah mengalami polarisasi dan membentuk kebudayaan sendiri. Polarisasi ini didasarkan kepada kecenderungan beberapa kalangan tertentu untuk memisahkan ilmu kedalam dua golongan yakni ilum-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial (Suriasumantri, 1990:275).
Memang tidak dapat dielak bahwa terdapat perbedaan antara ilmu alam dan ilmu sosial, namun perbedaan ini bersifat teknis yang tidak mengarah kepada perbedaan yang fundamental. Dasar ontologi, epistimologi dan aksiologi kedua ilmu tersebut sama, metode yang dipergunakan untuk mendapatkan ilmu tersebut juga menggunakan metode ilmiah yang sama.
Namaun secara teknis dapat kita lihat bahwa ilmu-ilmu alam mempelajari dunia fisik yang relatif tetap dan pasti dibandingkan dengan ilmu-ilmu sosial yang menjadaikan mansuia sebagai objek penelaahan. Manusia memiliki satu karakteristik yang unik yang membedakan dia dengan wujud yang lain. Manusia mempunyai kemampuan untuk belajar, dan dengan faktor inilah dia mampu mengembangkan kebudayaan dari waktu ke waktu. Perbedaan variasi karakter ini tidak hanya dari segi waktu saja namun perbedaan daerah juga menyebabkan perbedaan kebudayaan.
Namun dengan perbedaan ini tidak menjadi jurang pemisah antara ilmu sosial dan ilmu alam, karena tujuan dari ilmu adalah mencari penjelasan dari gejala-gejala yang kita temukan yang memungkinkan kita mengetahui sepenuhnya hakikat objek yang kita hadapi (Suriasumantri, 1990:282). Hal ini berlaku bagi ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial.
Adanya dua kebudayaan yang terbagi kedalam ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial ini masih terdapat di Indonesia. Hal ini dicerminkan dengan adanya jurusan Pasti-Alam dan Sosial-Budaya dalam sistem pendidikan kita. Jika kita menginginkan kemajuan dalam bidang keilmuan yang mencakup baik ilmu-ilmu sisial dan ilmu-ilmu alamm, maka dualisme kebudayaan ini harus dibongkar. Adanya pembagian jurusan ini merupakan hambatan psikologis dan intelektual bagi pengembangan keilmuan di negara kita. Sudah menjadi rahasia umum bahwa jurusan pasti (alam) dianggap lebih mempunyai prestise dibandingkan dengan jurusan sosial. Hal ini akan menyebabkan mereka mempunyai minat dan bakat di bidang ilmu-ilmu sosial akan terbujuk memilih jurusan ilmu-ilmu alam karena alas an sosial-psikologis. Di pihak lain mereka yang terkotak dalam jurusan sosial-budaya dalam proses pendidikannya kurang mendapatkan bimbingan yang cukup tentang pengetahuan matematikanya untuk menjadi ilmuan yang handal di bidangnya.
Suatu usaha yang fundamental dan sistematis dalam menghadapi masalah ini perlu diusahakan. Adanya dua pola kebudayaan dalam bidang keilmuan kita, bukan saja merupakan sesuatu yang regresif melainkan juga destruktif, bukan saja bagi keilmuan itu sendiri, melainkan juga bagi pengembangan peradaban secara keseluruhan.










G. Kesimpulan
Berdasar dengan pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ilmu merupakan bagian terpenting dalam membangun dan mengembangkan kebudayaan nasional. Ilmu dan kebudayaan saling memiliki ketergantungan. Kebudayaan yang merupakan seperangkat nilai yang berlaku dalam masyarakat harus di dasari oleh ilmu, agar kebudayaan tersebut dapat selalu berkembang sesuai dengan jalurnya. Sementara ilmu tidak dapat berkembang jika tidak di iringi oleh kebudayaan, dalam hal ini adalah kebudayaan ilmiah.
Negara kita telah mengalami polarisasi dan membentuk kebudayaan sendiri. Polarisasi ini didasarkan kepada kecenderungan beberapa kalangan tertentu untuk memisahkan ilmu kedalam dua golongan yakni ilum-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Dalam pengembangan kebudayaan nasional, ilmu tidak boleh dikotomi karena dengan adanya pembagian jurusan ini merupakan hambatan psikologis dan intelektual bagi pengembangan keilmuan di Negara kita. Dualisme kebudayaan mengenai ilmu yang berada di nagara ini (ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial) harus segera dihindari dan dicari sosulusi yang terbaik, agar tidak menghambat perkembangan kebudayaan nasional kita.














Daftar Pustaka


Natawidjaja, Rahman, dkk. 2007. Laandasan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Press.

SuriaSumantri, Yuyun S. 1990. Filsafat Ilmu; Sebuah Penghantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

SuriaSumantri, Yuyun S. 2001. Ilmu dalam perspektif; sebuah kumpulan karangan tentang ilmu. Yogyakarta: Yayasan Obor Indonesia.

http://m.www.yahoo.com/

http://scribd.com/doc/ /FILSAFATILMU.pdf

http://scribd.com.FilsafatIlmu_dan_MetodeRiset

Tidak ada komentar:

Posting Komentar